Sekelebat mimpi
buruk selalu mengguyur tidur ku alasannya karena Dahlia selalu menjadi duri
dalam dagingku. Keegoisannya memupuk kebencian pada diriku. Darah seni memang
tidak murni diturunkan kepada diriku tetapi bukan berarti aku harus dikalahkan
oleh dirinya juga.
Ayahku adalah
seorang pelukis dan ibuku seorang pengusaha. Sejak dulu aku dan ayah hanya
hidup berdua, ibu terlalu sibuk dengan perusahaannya. Saat ayah meninggal ibu
tidak bisa merawatku karena kesibukannya yang akhirnya membuatku dititipkan
kepada kakek yang merupakan ayahnya ayah. pada saat itulah aku bertemu dengan
Dahlia. Dahlia dititipkan karena kedua orang tuanya ternyata sudah meninggal,
orang tuanya adalah pelukis yang terkenal semasa hidup.
Dahlia gadis yang tidak pernah
memikirkan hidupnya sendiri, yang ia pikirkan hanya melukis dan melukis. Dahlia
bangun lebih awal untuk melukis dan tidur larut malam untuk melukis. Akulah yang
selalu mengurus kehidupannya mencuci, menyiapakan makan dan lain-lain. Bahkan ia
tidak pandai bersosialisai hanyalah aku yang menjadi temannya. Namun dibalik
itu Dahlia adalah bintang, seseorang yang cerdas bahkan orang-orang menyebutnya
si tangan surga. Ia menciptak surga disetiap kavas yang ia torehkan
warna-warni.
Suatu hari Dahlia mengalami
sakit panas akulah yang harus menggantikannya melukis dan aku menang dalam
perlombaan itu namun ada satu hal yang membuat aku sakit hati dan membuat aku
menjadi seseorang yang membenci Dahlia.
“Lukisanmu benar-benar hebat
tetapi walaupun kamu menang dibanding dengan Dahlia kamu masih jauh dan belum
melampaui, bahkan belum setara.” Kakek sendiri yang berkata begitu.
Biasanya setiap pagi aku
membersihkan kamar Dahlia tetapi sudah seminggu aku membiarkannya tetap
berantakan.
Pagi itu Dahlia masuk ke kamarku
, ia masih menggunakan handuk berwarna putih, “Lala.. aku ingin meminjam
bajumu. Semua bajuku kotor.” Perkataannya pelan tak berekspresi.
“Aku tidak akan meminjamkan baju
untukmu. Kamu harus belajar mencuci.”
Dia memiringkan kepalanya ke
kanan seperti orang kebingungan. “Mencuci?”
“Apa kamu akan selalu hidup
seperti ini, harus aku semua yang mengerjalan? Aku juga ingin memiliki waktu
lebih untuk melukis.”
Dia pongah “Lala kamu kenapa?”
Aku tidak memerdulikannya sama
sekali, aku tetap menggambar di buku.
“Keluarlah keberadaanmu disini
hanya menggangguku saja.”
Dia keluar tanpa kata-kata.
Ini hal lain yang membuat rasa
sabar ini ku hentikan, dia seolah tidak peduli dengan perasaanku, aku
membencinya. Andai ia tidak ada pasti akulah yang akan menjadi nomor satu
disini.
Kelas musik akan segera dimulai,
setengah jam sebelum pelajaran. Aku bisa menyiapakan perlatan terlebih dahulu. Pintu
galeri sudah terbuka mungkin Dahlia sudah ada disana. karena tidak mungkin mas
Hari datang sepagi ini.
Betapa terkejutnya aku ketika
masuk ku jumpai Dahlia sedang melukis hanya menggunakan handuk.
“Dahlia!” Aku menariknya ke
kamarnya.
“Apa kamu bodoh? Kenapa sih
hidupmu hanya melukis dan melukis saja atur juga hidupmu!”
“Aku senang melukis karena saat
melukis aku merasa Lala ada bersamaku, aku tidak takut takut kehilangan Lala
saat melukis.”
Dahlia aku salah lagi menilaimu,
aku menangis dan memeluk Dahlia.
terinspirasi dari Sakurasou no Pet na Kanojo (Mashiro dan Rita) :D